DITRAKTIR DUNIA AKHIRAT
Seorang pejuang sosial bertemu dengan seorang Haji di sebuah rumah makan pada saat makan siang di bulan Ramadhan. Tentu saja ia merasa serba salah bersantap siang dalam sorotan mata seorang Haji.
"Kok, pak Haji siang bolong begini ada di rumah makan ?"
"Memangnya hanya engkau yang boleh masuk kemari ?"
"Maksud saya, ini
"Engkau tahu ini bulan Ramadhan, tetapi masih tetap saja makan siang."
"Maksud saya, apa pak Haji juga sedang makan siang ?"
"Apa engkau melihatku sedang makan ?"
"Oo, maaf, pak Haji. Dompet saya ketinggalan di kantor, apa pak Haji mau mentraktir saya kali ini ?"
"Ah, kamu! Sudah ditraktir di akhirat masih juga mau ditraktir di dunia," gerutu pak Haji. "Sudah
Kemudian Haji tua itu berbisik seorang diri: "Ya, Tuhan, maafkan dia. Baru kemarin istrinya meninggal gara-gara kepayahan merawat seratus anak yatim selama dua puluh tahun."
Sekarjalak, 12 Januari 1996.
Seorang Usahawan nyaris putus asa ketika perusahaan handalannya mengalami bangkrut total. Anak-anaknya seketika menjadi liar dan menempuh cara hidup tanpa kiblat, sementara orang tua mereka belum sanggup melakukan usaha kecil-kecilan karena gengsi.
Dalam keadaan kalang kabut yang demikian, ia menemui seorang Ustadz untuk mendapatkan jalan keluar dari musibah yang ditanggungnya.
"Jalan keluar satu-satunya hanya berpuasa," saran Ustadz.
"Jangan berolok-olok, Ustadz. Masalah saya ini sangat serius."
"Berpuasalah, kataku! Apa berpuasa itu kurang serius ?"
"Apa yang bisa saya peroleh dalam kondisi lapar, lemas, dan tanpa vitalitas tubuh ?"
"Ah, kamu memang suka berfikir secara liar, tidak mengikuti pola berfikir dari Robbul ‘alamin."
"Pola berfikir Robbul ‘alamin ?"
"Ya. Lihatlah sebelum dirimu. Binatang-binatang itu juga mau berpuasa demi kelestarian keturunannya. Kalau ayam-ayammu tidak mau berpuasa saat mengerami telurnya, kamu tidak akan bisa menikmati goreng ayam dan opornya. Mereka akan punah jauh-jauh hari sebelum kau sempat nongol di sini.
Lihat pula ular itu. Budaya mereka mengeraskan struktur kulitnya, supaya tidak cedera oleh sengatan matahari dan tusukan duri-duri, berakhir dengan tidak mampu lagi melata di muka bumi. Akhirnya mereka mau juga berpuasa. Dan apa perolehan mereka ? Mereka dapat menanggalkan kulit yang membelenggu dirinya selama itu, tanpa perlu gengsi-gengsian.
Kemudian renungkan pula fenomena ini. Bila ulat-ulat pemakan daun itu tidak mau berpuasa, kamu pasti tidak akan kebagian makanan. Untung mereka taat pada aturan Robbul ‘alamin, sehingga mereka mampu menjelma menjadi kupu-kupu. Selain bisa terbang, pekerjaan mereka berganti dengan mengawinkan bunga-bunga, menolong proses penyerbukan, dan makanan mereka madu.
Asyik,
Sekarjalak, 12 Januari 1996.
WEWEH KANG TANPO NGULUNGAKE
(Memberi tanpa Mengulurkan Tangan)
Seorang santri bertanya pada Ustadznya :
"Kalau murid-murid tidak dibebani puasa,
"Apa yang kau peroleh di sekolah tidak akan bisa melampaui nilai yang dihasilkan oleh puasa."
"Nilai apa itu, Ustadz ?"
"Dengan berpuasa engkau telah memberi kepada semua tanpa mengulurkan tangan."
"Asyik," sambut muridnya. "Lalu bagaimana caranya ?"
"Yaa, berpuasa saja. Maka semua makhluk yang lain tidak akan terganggu oleh kehadiranmu, di samping sumber daya alam bisa awet buat anak cucu kita kelak."
Sekarjalak, 12 Januari 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar